Wednesday, February 09, 2005

Segelintir Obrolan

Pundung nih, tulisan gue yang buat rubrik yang mengangkat tokoh2 beken masa lampau ga di muat karena katanya kurang ilmiah. Gue akui mereka benar, tulisan ini emang sampah buat sebuah surat kabar yang menuntut kebenaran data yang tinggi.
Tapi rasa sayang akan tulisan ini tak terbendung, harus ku buang pikiran ku ini ke orang lain pikir ku Jadi ya.. muncul deh di blog. Siapa tahu di masa depan, gue yang muncul di rubrik ini.
Ngomong-ngomong ini hasil obrolan ringan gue ama temen se-ITB gue dan sama sekali bukan se-angkatan maupun se-jurusan gue:


Moehammad Hatta
Kekerasan adalah Darah Daging Kita

Kekerasan tanpa alasan tampaknya telah menjadi trend di Indonesia. Penggebukan maling, tawuran siswa sekolahan, kerusuhan suporter tim sepak bola, contoh yang paling vivid adalah penggebukan Farid Faqih di Aceh.
Kekerasan. apa betul kita menyukainya? Bangsa ini sudah menjadi petarung kuat dan gigih sejak belanda menjajah kita selama 3,5 abad. Bangsa ini yang tak gentar walau dengan ultimatum Inggris yang mengancam akan membombardir surabaya dengan kekuatan penuh pada peristiwa 10 november. Betul kah itu semua karena kita cinta tanah air? Karena kita akan melakukan apa pun demi kebebasan rakyat kita? Itu semua bisa terjadi karena kita mencintai kekerasan belaka, kita ingin bertarung karena ingin mendapatkan pengakuan bahwa kita tak takut dengan ancaman seberat apapun. Cemen, itu lah kata yang ditakuti rakyat Indonesia yang dapat membuyarkan logika seperti apapun. Sayangnya pengaruhnya tak jarang negatif.
Moehammad Hatta, mantan wakil presiden pertama, mengatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pelaut dan petani, ini membuktikan bahwa bangsa kita memiliki potensi bagus untuk menjadi bangsa yang ekspansionis. Dan itulah yang telah diperlihatkan kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya dan Majapahit. Sangat disayangkan, senjata api, yang bisa membunuh orang dengan efektif dari jarak yang jauh, ditemukan lebih dahulu oleh orang barat. Sehingga bangsa kita dijajah oleh kemajuan IPTEK dunia pertama. Saat itulah semangat ekspansi yang mengalir di darah kita tertidur, mati suri dibawah tekanan yang diberikan VOC dan kawan-kawan. Ia kemudian muncul sesekali saat ada orang seperti Pangeran Diponegoro dan Teuku Umar yang dapat membakar amarah kita untuk melawan. Terpendam lagi saat kita dijajah oleh jepang, muncul lagi saat merdeka, dan hilang lagi saat militerisme berkembang di masa Soeharto. Jiwa ini menemukan kesempatan untuk muncul kembali saat orde baru jatuh dan reformasi merebak, memberi kesempatan untuk setiap jiwa Indonesia berekspresi. Dan inilah yang berhasil kita ekspresikan, kekerasan
Sebenarnya kekerasan, bila dilihat dari sisi ekspansionisnya, adalah potensi yang baik untuk berkembang menjadi negara yang kuat fundamental. Dapatkah kita membawanya menuju hal yang positif? [sikeren]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home